Saya memang tipe orang yang suka berpikir. Ya, saya pemikir tulen! Tak pernah ada hari tanpa berpikir. Detik-detik di mana saya tidak berbuat apa-apa, pasti saya gunakan sebagai momen melamun. Bahkan saat sedang melakukan hal lain, pikiran saya bercabang!
Dan setelah mengobrol tentang masa depan, yeah, sejauh resolusi tahun baru 2013, saya mendadak berpikir tentang...kenapa resolusi saya terdengar dangkal.
Ya! Dangkal!
Kenapa?
Saya hanya terkejut karena resolusi tahun baru teman-teman saya terdengar...keren. Karier. Skill. Jadi orang, jadi pemimpin. Dan lain-lain. Banyak!
Sementara waktu saya ditanya, entah kenapa dengan spontan saya menjawab, "Mau punya pacar!"
Bayangkan seorang penulis cerita romantis yang dengan polosnya hanya mematri satu resolusi untuk tahun depan, dan resolusinya tentang asmara.
Mula-mula saya merasa cukup dodol. Dodol sekali. Rasanya sungguh serasi kalau saya bilang, "Mau jadi pemain viola yang hebat, menjadi guru yang baik, mengambar lebih bagus, mencapai banyak gol finansial, dengan catatan gol finansial saya hanya sekedar punya tabungan masa depan dan bisa belanja produk Indonesia."
Untuk urusan tertentu saya memang sangat absurd. Serius. Bahkan bagi saya uang itu ilusi dan teman yang melayang-layang untuk saya ambil setiap saya butuh. Fantastis sekali pemikiran saya. Orang rasional pasti bingung sekali.
Ketika kemarin sudah ditanya ulang dan tetap memberi jawaban 'punya pacar' sebagai gol 2013, saya pun tiba-tiba menyadari alasannya. Itu sesudah dibumbui banyak cerita orang dan mulai memahami konsep sebab akibatnya.
Simpel saja. Sejak SMP, saya sudah mulai membuat komik untuk majalah rohani. Iya, komik satu halaman yang gambarnya pun masih acak-acakan. Tetapi saya berkembang, gambar saya jadi lebih baik, berkonsep, dan saya sudah menemukan karakter sendiri. Lalu ditambahi kewajiban menulis resensi film. Juga nyambi menulis beberapa artikel untuk majalah sekolah dulu. Dan akhirnya saya meluncurkan novel. Dunia karier saya di media mulai menampakkan diri, dan rasanya saya siap terjun. Saya terjun. Nyebur. Basah kuyup tanpa penyesalan.
Waktu SMA, saya serius dengan piano, dan bahkan tambah belajar biola alto. Dengan baiknya, saya mulai mendapat beberapa pekerjaan, dibayar atau tidak, saya tidak terlalu memusingkannya. Saya hanya ingin menemukan kegiatan yang bisa menutupi status 'nganggur' saya karena tidak memilih universitas apapun sebagai tempat melanjutkan hidup.
Tapi semakin ke sini, saya paham bahwa kegiatan itu bukan untuk mengisi kekosongan saya. Saya memang memilih tempat belajar yang berbeda. Itu saja! Saya hanya membuat saya tidak perlu menulis skripsi.
Dan terus terang saya malah geli kalau dibilang 'kerja'. Kebayang? Dialognya begini, biasanya:
"Hai, Ningrum! Apa kabar? Kamu kuliah di mana?"
"Nggak kuliah. Hehehe."
"Terus ngapain? Kerja?"
"Er...(menghilangkan getek dulu sebentar), bukan kerja juga sih, main..."
"Hah? Main?" (wajah skeptis)
"Yaaa, main musik, main sama anak kecil, main kertas, main alat warna..."
"Oh, ya, ya..." (bingung)
*adegan ini akan lebih membingungkan si penanya kalau dia adalah teman sekolah, karena sepanjang sekolah saya anak ranking yang kesannya bakal kuliah hukum atau apa deh, sekeren-kerennya kuliah seni rupa, tapi ternyata...
Nah, saya orangnya sangat tidak mau serius. :p Makanya males kalau dibilang kerja. Kesannya kok pakai baju rapi, pergi tepat waktu, serius, ah entahlah, kok warnanya tidak menyenangkan ya, untuk saya?
Dengan konsep hidup seperti ini, hidup saya memang jadi seperti komedi. Mungkin apa yang kita percayai, biasanya jadi kenyataan, ya? ;)
Oooh, dan kembali ke perihal kenapa saya tiba-tiba merasa resolusi 2013 saya wajar, adalah... karena pada kenyataannya kehidupan karier saya sudah saya ceburin semua. Saya nyemplung tanpa rasa takut. Tanpa ketakutan apa-apa saya ikut audisi guru dan kebetulan sekali lolos. Tanpa bingung saya mau main viola untuk acara-acara tertentu selama tidak mengusik hati nurani dan sesuai jadwal. Tanpa galau saya menulis fiksi terus menerus. Blog saya hidup dengan ilustrasi saya, dan saya menerima permintaan ilustrasi dari orang lain. Saya berani sepenuh hati, seakan resikonya seperti apapun saya siap. Istilahnya, semua keberanian kan memang datang bersama efek sampingnya, kan? Misalnya saya kecapekan atau jadi kurus. Tapi ya sudahlah. Toh senang.
Dan, bagi saya, karier dan hal-hal hobi ini adalah realita hidup saya. Beginilah. Saya memang berkecimpung di dunia saya dan yaaa, begini! Saya berenang-renang tenang, tidak bingung mencari daratan karena airnya bersih dan sejuk. *perumpamaan apa ini?!
Kemudian saya menengok kisah fiksi saya. Kebanyakan fiksi saya, tentunya, bercerita tentang romantis-romantisan. Orang pacaran. Naksir cowok. Naksir cewek. Ngejar gebetan. Tentu dengan bumbu lainnya, seperti persahabatan, situasi dunia, dan sebagainya.
Oke, meluncur ke intinya saja, ya! Dunia asmara saya, sampai saat ini, seakan hanya ditulis saja di pikiran saya. Saya menulisnya. Saya membuat kolamnya, warna merah jambu dengan gula-gula kapas siap memberi keceriaan baru. Saya bisa membayangkan siapa yang akan menemani dunia asmara itu. Segalanya tampak siap sedia.
Tapi saya terlalu risau untuk benar-benar nyemplung.
Akhirnya dibikin fiksi saja. Dan karena cerita terbesar saya, Cappuccino Paradise juga, urusan romantisnya masih belum tuntas, saya curiga ini berpengaruh ke kehidupan saya sendiri. Itu sikap hati saya. Saya masih berdiri di tepi kolam, memandang ke bawah penuh harap tapi tak kunjung melompat.
Saya terlalu takut dan banyak tuntutan! Apakah di bawah sana warnanya masih merah jambu? Apa gula kapasnya masih manis nanti? Apa 'teman' saya nanti masih tersenyum? Saya tahu semua resikonya, tapi resikonya tidak berani saya ambil.
Kesannya saya ingin memisahkan paket berani + resiko. Ingin beraninya saja tanpa resiko. Kenapa saya begitu takut!? :'(
Namun beginilah hidup. Untung saya sadar juga kenapa saya tak pernah punya pacar. Sekarang saya tahu, keberanian adalah kata kuncinya. Keberanian dan menyemplung. Selama ini spontanitas saya di dunia yang lain toh heboh tapi seru. Kadang lelah, sedih, kecewa, tapi tentu berlalu! Badai selalu berlalu! Mentari selalu terbit lagi!PVJ sudah harus dikunjungi lagi!
Baiklah, saya sekarang berani bilang, saya mau nyemplung dulu ye ke kolam gula kapas. Paling-paling ada dark chocolate di sana, pahit tapi ujungnya sulit dilupakan dan tetap mengandung zat phenylhetylamine. Jalan rimba yang gelap pasti ujungnya danau cantik. :) Saya percaya cinta, kok. 100% percaya. 100% tidak mau cinta diganggu uang.
Oke, salam super! Selamat tanggal 18 Desember! Selamat hari Selasa! Selamat memercayai cinta terus! :*
Dan setelah mengobrol tentang masa depan, yeah, sejauh resolusi tahun baru 2013, saya mendadak berpikir tentang...kenapa resolusi saya terdengar dangkal.
Ya! Dangkal!
Kenapa?
Saya hanya terkejut karena resolusi tahun baru teman-teman saya terdengar...keren. Karier. Skill. Jadi orang, jadi pemimpin. Dan lain-lain. Banyak!
Sementara waktu saya ditanya, entah kenapa dengan spontan saya menjawab, "Mau punya pacar!"
Bayangkan seorang penulis cerita romantis yang dengan polosnya hanya mematri satu resolusi untuk tahun depan, dan resolusinya tentang asmara.
Mula-mula saya merasa cukup dodol. Dodol sekali. Rasanya sungguh serasi kalau saya bilang, "Mau jadi pemain viola yang hebat, menjadi guru yang baik, mengambar lebih bagus, mencapai banyak gol finansial, dengan catatan gol finansial saya hanya sekedar punya tabungan masa depan dan bisa belanja produk Indonesia."
Untuk urusan tertentu saya memang sangat absurd. Serius. Bahkan bagi saya uang itu ilusi dan teman yang melayang-layang untuk saya ambil setiap saya butuh. Fantastis sekali pemikiran saya. Orang rasional pasti bingung sekali.
Ketika kemarin sudah ditanya ulang dan tetap memberi jawaban 'punya pacar' sebagai gol 2013, saya pun tiba-tiba menyadari alasannya. Itu sesudah dibumbui banyak cerita orang dan mulai memahami konsep sebab akibatnya.
Simpel saja. Sejak SMP, saya sudah mulai membuat komik untuk majalah rohani. Iya, komik satu halaman yang gambarnya pun masih acak-acakan. Tetapi saya berkembang, gambar saya jadi lebih baik, berkonsep, dan saya sudah menemukan karakter sendiri. Lalu ditambahi kewajiban menulis resensi film. Juga nyambi menulis beberapa artikel untuk majalah sekolah dulu. Dan akhirnya saya meluncurkan novel. Dunia karier saya di media mulai menampakkan diri, dan rasanya saya siap terjun. Saya terjun. Nyebur. Basah kuyup tanpa penyesalan.
Waktu SMA, saya serius dengan piano, dan bahkan tambah belajar biola alto. Dengan baiknya, saya mulai mendapat beberapa pekerjaan, dibayar atau tidak, saya tidak terlalu memusingkannya. Saya hanya ingin menemukan kegiatan yang bisa menutupi status 'nganggur' saya karena tidak memilih universitas apapun sebagai tempat melanjutkan hidup.
Tapi semakin ke sini, saya paham bahwa kegiatan itu bukan untuk mengisi kekosongan saya. Saya memang memilih tempat belajar yang berbeda. Itu saja! Saya hanya membuat saya tidak perlu menulis skripsi.
Dan terus terang saya malah geli kalau dibilang 'kerja'. Kebayang? Dialognya begini, biasanya:
"Hai, Ningrum! Apa kabar? Kamu kuliah di mana?"
"Nggak kuliah. Hehehe."
"Terus ngapain? Kerja?"
"Er...(menghilangkan getek dulu sebentar), bukan kerja juga sih, main..."
"Hah? Main?" (wajah skeptis)
"Yaaa, main musik, main sama anak kecil, main kertas, main alat warna..."
"Oh, ya, ya..." (bingung)
*adegan ini akan lebih membingungkan si penanya kalau dia adalah teman sekolah, karena sepanjang sekolah saya anak ranking yang kesannya bakal kuliah hukum atau apa deh, sekeren-kerennya kuliah seni rupa, tapi ternyata...
Nah, saya orangnya sangat tidak mau serius. :p Makanya males kalau dibilang kerja. Kesannya kok pakai baju rapi, pergi tepat waktu, serius, ah entahlah, kok warnanya tidak menyenangkan ya, untuk saya?
Dengan konsep hidup seperti ini, hidup saya memang jadi seperti komedi. Mungkin apa yang kita percayai, biasanya jadi kenyataan, ya? ;)
Oooh, dan kembali ke perihal kenapa saya tiba-tiba merasa resolusi 2013 saya wajar, adalah... karena pada kenyataannya kehidupan karier saya sudah saya ceburin semua. Saya nyemplung tanpa rasa takut. Tanpa ketakutan apa-apa saya ikut audisi guru dan kebetulan sekali lolos. Tanpa bingung saya mau main viola untuk acara-acara tertentu selama tidak mengusik hati nurani dan sesuai jadwal. Tanpa galau saya menulis fiksi terus menerus. Blog saya hidup dengan ilustrasi saya, dan saya menerima permintaan ilustrasi dari orang lain. Saya berani sepenuh hati, seakan resikonya seperti apapun saya siap. Istilahnya, semua keberanian kan memang datang bersama efek sampingnya, kan? Misalnya saya kecapekan atau jadi kurus. Tapi ya sudahlah. Toh senang.
Dan, bagi saya, karier dan hal-hal hobi ini adalah realita hidup saya. Beginilah. Saya memang berkecimpung di dunia saya dan yaaa, begini! Saya berenang-renang tenang, tidak bingung mencari daratan karena airnya bersih dan sejuk. *perumpamaan apa ini?!
Kemudian saya menengok kisah fiksi saya. Kebanyakan fiksi saya, tentunya, bercerita tentang romantis-romantisan. Orang pacaran. Naksir cowok. Naksir cewek. Ngejar gebetan. Tentu dengan bumbu lainnya, seperti persahabatan, situasi dunia, dan sebagainya.
Oke, meluncur ke intinya saja, ya! Dunia asmara saya, sampai saat ini, seakan hanya ditulis saja di pikiran saya. Saya menulisnya. Saya membuat kolamnya, warna merah jambu dengan gula-gula kapas siap memberi keceriaan baru. Saya bisa membayangkan siapa yang akan menemani dunia asmara itu. Segalanya tampak siap sedia.
Tapi saya terlalu risau untuk benar-benar nyemplung.
Akhirnya dibikin fiksi saja. Dan karena cerita terbesar saya, Cappuccino Paradise juga, urusan romantisnya masih belum tuntas, saya curiga ini berpengaruh ke kehidupan saya sendiri. Itu sikap hati saya. Saya masih berdiri di tepi kolam, memandang ke bawah penuh harap tapi tak kunjung melompat.
Saya terlalu takut dan banyak tuntutan! Apakah di bawah sana warnanya masih merah jambu? Apa gula kapasnya masih manis nanti? Apa 'teman' saya nanti masih tersenyum? Saya tahu semua resikonya, tapi resikonya tidak berani saya ambil.
Kesannya saya ingin memisahkan paket berani + resiko. Ingin beraninya saja tanpa resiko. Kenapa saya begitu takut!? :'(
Namun beginilah hidup. Untung saya sadar juga kenapa saya tak pernah punya pacar. Sekarang saya tahu, keberanian adalah kata kuncinya. Keberanian dan menyemplung. Selama ini spontanitas saya di dunia yang lain toh heboh tapi seru. Kadang lelah, sedih, kecewa, tapi tentu berlalu! Badai selalu berlalu! Mentari selalu terbit lagi!
Baiklah, saya sekarang berani bilang, saya mau nyemplung dulu ye ke kolam gula kapas. Paling-paling ada dark chocolate di sana, pahit tapi ujungnya sulit dilupakan dan tetap mengandung zat phenylhetylamine. Jalan rimba yang gelap pasti ujungnya danau cantik. :) Saya percaya cinta, kok. 100% percaya. 100% tidak mau cinta diganggu uang.
Oke, salam super! Selamat tanggal 18 Desember! Selamat hari Selasa! Selamat memercayai cinta terus! :*